Selasa, 01 Maret 2011

Terpaksa Kok 10 Kali


Aneh juga rasanya, jika terpaksa kenapa persetubuhan itu bisa berlangsung 10 kali? Tapi terpaksa atau manasuka, bagi Kadar, 40, apa yang dialami istrinya sungguh merupakan pelecehan harga diri. Maka satpam pengganggu bini orang itu harus membayar mahal ulahnya. Saat mancing di kolam sendirian, Bambang, 40, langsung diclurit sampai mati.

Rejeki memang tidak selalu paralel dengan tampang. Bambang ini contohnya. Meski tampangnya ganteng macam bintang sinetron, tapi pekerjaan sehari-harinya hanya jadi satpam terminal bis Wirosari, Purwodadi Grobogan (Jateng). Maka teman-teman sepekerjaan suka meledek peruntungannya yang buruk tersebut. “Tampang seperti Bambang Trihatmojo anak Pak Harto, tapi pekerjaan kamu bambungan (setengah nganggur),” kata teman-teman saat nggarap Bambang.

Ingin sebetulnya Bambang mengubah nasib, tapi hanya lulusan SMA di era gombalisasi, apa yang bisa diandalkan? Sampai lecek ijazahnya difotokopi dan kemudian dilegalisir, tapi tak ada juga perusahaan yang mau menampung tenaganya. Maka ketika ada lowongan satpam di terminal bis, diterimanya dengan senang hati. Bak seorang pejabat yang mau menerima promosi jabatan, Bambang bilang: sebagai orang muda, aku siap ditempatkan di mana saja!
Menjadi satpam jelas penghasilannya terlalu kecil, sehingga tak bisa untuk menghidupi keluarga. Tapi beruntung, Bambang bisa memanfaatkan nilai tambah pada tampang dan penampilannya. Ketika ada perempuan “gatel” yang jatuh cinta padanya, langsung dimanfaatkannya. Maksudnya, dia bisa memperoleh imbalan materil setelah berkeringat melayani kebutuhan onderdil. Ya, jaman Menpen Harmoko dulu ada koran masuk desa, kini ada pula gigolo masuk desa!


Utami, 34, adalah wanita dari Desa Kunden Kecamatan Grobogan. Dia merupakan perempuan kesepian yang hot yang haus akan kehangatan lelaki. Maklum, Kadar suami tercinta selama ini sibuk dengan pekerjaannya di Surabaya. Dia pulang hanya sebulan sekali, sehingga aspirasi urusan bawah Utami kurang terpenuhi. Padahal sebagai wanita muda nan enerjik, dia masih membutuhkan siraman cinta itu minimal seminggu dua kali. Lha kok ini baru ketemu sebulan sekali, apa tidak kodok kalung kupat, awak boyok sing ra kuwat (baca: mana tahan)?
Visi (pandangan ke depan) Utami dalam soal asmara cinta, memang boleh juga. Bila kaum lelaki jauh istri dianggap wajar saja “jajan” di luaran, kenapa kaum wanita tidak? Istri Kadar mencoba memberontak, agar posisi wanita juga setara dalam urusan nyempil tapi sangat prinsipil itu. Maklum, Utami juga tak yakin bahwa suaminya di Surabaya lempeng-lempeng saja. “Bagaimana saya tahu yang sebenarnya, wong burung lelaki tak dipasangi spedometer,” begitu batin Utami untuk meligitimasi ulahnya.
Utami yang hot sudah berbulan-bulan ini berbagi cinta dengan satpam ganteng Bambang. Sebagai imbalan, dia cukup memberikan sejumlah uang untuk bisa dibawa pulang bagi keluarganya. Satpam Bambang senang sekali. Sudah dapat uang, dapat pula goyang. Apa lagi bini Kadar ini juga bukan perempuan koden (kebanyakan). Dia cukup cantik, bodi juga masih menjanjikan dalam usia menjelang kepala empat. Maka tanpa imbalan apapun, sesungguhnya Bambang tulus ikhlas saja menyumbangkan “tenaga”-nya.
Lalu sampailah kejadian beberapa hari lewat, ada warga yang mencium praktik selingkuh Bambang – Utami ini. Keluarganya pun diam-diam mengabari Kadar untuk pulang. Tentu saja setibanya di rumah si Kadar Skm (suami kebobolan melulu) ini segera menginterogasi istrinya. Tapi ternyata Utami berkelit, dengan alasan semua itu terjadi bukan kemauannya, alias diperkosa. Sudah berapa kali diperkosa Bambang? “Baru sepuluh kali, Mas…,” kata Utami keceplosan, karena saking takutnya.
Istriku adalah orang kepercayaanku, begitu prinsip Kadar. Karenanya meski penjelasan Utami tendensius, karyawan pabrik di Surabaya ini menelannya begitu saja. Bahkan kini dia menyimpan dendam pada satpam yang masih tetangganya tersebut. Maka saat Bambang mancing di kolam sendirian, langsung punggungnya dibabat clurit. Meski mencoba melawan, sia-sia saja lantaran bacokan berikutnya dikirim bertubi-tubi. Bambang tewas dengan membawa segala dosanya. Sedangkan Kadar, meski harus meringkuk di Polres Grobogan, tapi merasa puasss, puasss, puassss!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar