Selasa, 01 Maret 2011

Pembantu Rumah tangga




Saat usia 14 tahun ketika aku berhenti sekolah SMP; aku dibawa oleh Paman yang telah lama merantau ke Jakarta untuk dicarikan pekerjaan. Setelah menginap beberapa minggu di Rumahnya, aku akhirnya mendapatkan pekerjaan sebagai PRT yang diperoleh memalui seorang Calo, aku sangat tertarik dengan pekerjaan itu. Lalu aku dibawanya dan diperkenalkan pada keluarga Kaya di Jalan Durian , Keluarga pak Abdurahman yang tingggal di Komplek Bintoro. Dari sanalah perjalanna hidup ku memulai. Aku mendapat bayaran satu bulan 600 Ribu, aku harus merasa cukup dan puas, karena makan sehari-hari telah ditanggung oleh keluarga pak Abdurahman, juga di bagian belakang rumah disediakan kamar khusus, tidak besar tetapi cukup untuk sebuah ranjang kecil dan lemari plastik yang telah mereka sediakan. Gaji yang aku terima setiap bulan ku kumpulkan, dalam tiga bulan sekali aku kirimkan ke Kampung untuk mambantu ibu dan bapak yang hanya sekedar buruh tani pada pak haji Makmur. Tiga adiku masih kecil-kecil dan mereka butuh biaya untuk sekolah. Dan untukku sama sekali tak tersisakan. Aku pikir aku tak perlu menabung karena aku sudah mendapat cukup sandang dan pangan dari majikan. Setelah beberapa selang waktu aku bekerja sebagai pembantu rumah tangga dengan pekerjaan yang begitu banyak sekali, memasak , mencuci pakaian, membereskan kamar dan setiap ruangan yang ada di rumah yang berukuran mega besar serta membantu masak bu Abdurahman , tidak membuatku merasa kewalahan, aku justru merasa senang dan kerasaan tinggal bersama keluarga Pak Abdurahman. Suka cita selama bekerja membuatku selalu setia terhadap mereka. Apalagi Bu Netty Abdurahman sangat dekat denganku, aku hampir setiap saat mendapinginya, untuk berbelanja ke Supermarket , ke salon dan kemana saja pergi, dia tak pernah memperlakukan aku seenaknya, tetapi aku sadar bagaimanapun aku tetap perkerjanya. Tarmaji Sopir yang selalu setia malah pernah berkata bahwa aku seperti putrinya bu Netty , orang tak akan mengira aku pembantunya yang dari Kampung, aku kadang merasa malu karena sering orang terkelabui, tapi memang kenyataannya seperti itu. Tak pernah aku terpikir apalagi setelah Tarmaji berkata bahwa jika dia belum menikah dia ingin mempersuntingku, katanya aku Gadis yang sangat cantik sekali, tak cocok jadi Pembantu rumah tangga. Itulah mungkin alasan banyak orang mengira aku Putri Bu Abdurahman. Sebenarnya aku tak pernah memperhatikan diriku sendiri, apalah arti dari rupawan, tapi semenjak Tarmaji memberikan pujian, aku mulai tertarik berdiri didepan cermin, memperhatikan tubuhku yang tinggi langsing, wajahku yang lugu, aku tidak merasa ada yang lebih, kulitku yang kuning langsat dan hidungku yang mancung bukan suatu yang istimewa bagi diriku. ''Ningsih, kalau kamu berdandan dan berpakaian yang ngetrend-ngetrend, pacarnya Den Fahri dan Aden Jamal akan kalah cantiknya'' Ujar Tarmaji disuatu kesempatan ketika aku menyiram tanaman dihalaman Rumah.''Ah kang Tarmaji, ada-ada saja''. Aku malas mengomentari Den Fahri tengah menyusun Skripsi dan satu tahun lagi dia akan menyandang gelar Insinyur Pertambangan dan den Jamal yang masih kuliah dit semester 7 sangat rajin belajar, keduanya sangat baik sekali , mereka menganggapku seperti saudari sendiri. Aku menegenal mereka saat mereka masih duduk di Bangku SMU, sekarang mereka sudah menjadi orang-orang yang dewasa dan aku sendiri sudah mencapai usia 22 Tahun. Tujuh tahun berlalu begitu cepat adik-adik ku pun sudah tumbuh besar, dan aku sendiri setia menemani bu Abdurahman dengan menjadi PRTnya. Dalam tujuh tahun aku hanya 5 kali pulang kampung, terakhir tahun lalu. Yang semulannya aku merasa bahagia dan kerasan tinggal bersama mereka tetapi akhirnya aku menemukan ketakutan yang luar biasa, aku ingin meninggalkan mereka selekas mungkin dan itu jalan-jalan satu satunya untuk keluar dari segala kemelut.Awalnya pada suatu tengah malam 6 bulan yang lalu disaat aku terbering gelisah diatas kasur tiba-tiba lampu kamar mati , gelap gulita menyelimuti dan sesorang menyelinap masuk kedalam kamarku. Dia langsung mendekamku dengan telapak tangannya, mulutku dibungkam dan dia menagancam akan menganiayaku jika aku berteriak dan meronta.
Aku merasa takut sekali , dan membiarkan dia melakuakn apa saja yang dia mau. Setelah dia berbuat kebiadaban, kebejatan, lalu dia pergi, aku hanya bisa merintih sedih dan menahan isak tangis yang disimpan didada, aku tak begitu mengenalinya karena gelap, dan suara diapun juga aku tak mengenalinya karena dia sengaja merubah bunyi sauaranya.Aku merasa takut yang luar biasa , esok harinya sambil mengerjakan pekerjaan yang biasa, aku murung sekali, Bu Netty merasakan itu. ''Ada apa kamu, Ning. Sakit Ya '' tanyanya saat dia membantuku menyiapkan Sarapan untuk Keluarga.''Tidak, bu. Saya hanya kurang tidur ''. Jawabku tak panjang
.

Aku tak akan menceritakan kejadian yang trerjadi pada saat malam. Fahri dan Jamal muncul dan sudah siap untuk datang ke meja Makan. Pak Abdurahman masih di kamar mandi. Setelah semua hidangan untuk sarapan tersaji lengkap, aku tinggalkan mereka lalu pergi ke depan rumah, Tarmaji yang sedang mengelap mobil Mercedez milik pak Abdurahman menatapku heran. ''Ada apa kamu, Ning. Kau nampak kusut dan pucat sekali, Sakit Ya''Aku sengaja tak membalas menatapnya tapi kukatakan bahwa aku mungkin sedang sakit. ''Kalau kamu sakit, sudah saja istirahat dulu, bilang sama Ibu. Istriku bisa temani kamu ke Puskesmas. Kamu bisa naik Mikrolet sama si Atin''. Tawar dia, akupun tak menatap wajahnya lagi. Terpikir mungkin lelaki yang menggerayamiku adalah dia. Kalau memang dia akan kulaporkan ke Polisi, dan dia bersandiwara. seolah berlaga baik, Ternyata kejadian yang pernah kualami itu berungkali terjadi, sehingga aku mengenali lelaki yang telah melampiaskan nafsu birahinya pada diriku. Aku sungguh tak bisa berbuat apa-apa lagi.
Dibawah tekanan suatu ancaman aku dibuatnya tak berkutik bahkan tak mampu mengadu dan berterus terang pada siapa-siapa, menjadi orang bodoh memang tak bisa berbuat apa-apa. Yang awal-awalmnya adalah suatu pemerkosaan tetapi akhirnya menjadi suatu layanan yang terpaksa, karena aku takut, karena aku malu dan aku tidak tahu apa yang harus aku perbuat . Yang tersirat dalam pikiranku hanyalah meninggalkan Rumah tempat kerjaku secepatnya, tetapi bagaimana ? uangpun aku tak punya, semua uangku habis untuk keperluan hidup keluargaKu di Kampung, Mungkin menunggu mendapat gajih yang terakhir, tetapi aku mulai merasa sakit dan beberapi hari terakhir perutku mules dan aku merasa mual hingga muntah-muntah. Bu Netty pernah menyarankan aku ke Doktor dan pernah menawarkan untuk mengantar. ''Kamu harus ke Doktor, Ning. Nanti sore Ibu ada waktu, kalau kamu mau kita pergi.'' ajak bu Netty''Ah saya nggak apa-apa, Bu. Mungkin hanya kelelahan''.'Ya, Istirahatlah dulu, Hari ini bapak nggak ke Kantor, dan Ibu nggak kemana-mana juga''. Aku tahu bahwa ini semua adalah dari pikiranku yang sangat kacau dan kecemasanku yang berlebihan. Aku memang merasa sakit sekali, lalu aku pergi ke kamarku setelah bu Netty benar2 mempersilahkanku untuk istirahat. Tapi aku baru teringat, masih banyak cucian yang baru kering belum disetrika, dan akupun menuju kamar penyimpanan pakaian bersih yang baru dicuci didekat ruang makan, dari sana terdengar suara pak Abdurahman, dia datang dari kamar tidur dan menuju ke ruang makan untuk Sarapan. Fahri dan Jamal sudah lebih dulu sarapan dan mereka sudah pergi dengan kesibuknannya masing-masing. '' Si Ningsih kemana ?'' tanya dia pada bu Netty. ''Dia kurang sehat, biarkanlah dia Istirahat hari ini''. Bu Netty tak tahu bahwa aku ada di kamar sebelah sedang mengistrika. ''Sudah lama aku ingin bicara tentang si Ningsih'' kata pak Pak Abdurahman ''Memang ada apa, Pak ?'' ''Belakangan ini saya lihat dia tidak seperti biasanya. Bu, dia itu sudah bekerja pada kita 8 tahun. Saya pikir lebih baik dia kembali ke Kampungnya, atau mencari pekerjaan lain yang bisa memberikan dia harapan untuk masa depannya''. '' Ah bapak, ada-ada saja''. Terpa bu Netty. ''Ini serius, Bu. Bayangkan kalau di Kampung Perempuan seusia dia itu, sudah punya anak empat. Dia sudah berusia 22 Tahun  


, tidak punya jodoh. Biarlah dia mencari jodoh di kampungnya, Dia itu cantik , Bu. Kalau dia bekerja di tempat lain, di swalayan atau di pabrik, dia bisa ditaksir banyak pria''. ''Untuk pengganti dia, saya ada tawaran dari pak Juned sopir di Kantor, ada permpuan berusia 45 tahun, janda beranak 3, katanya mencari pekerjaan sebagai pembantu, untuk PRT lebih cocok yang usia segitulah,Bu''. Lanjut pak Abdurahman ''Bapak ini beneran maksudnya ?'' ''Iyya lah , Bu. Saya kasihan lihat si Ningsih, dia butuh harapan untuk hidupnya. Kita bisa dia beri pesangon untuk bekal untuk memulai hidup baru. Bicaralah sama dia baik.baik, dan jelaskan maksudnya''. Bu Netty tak terdengar suaranya lagi, aku duga dia sedang menimbang-nimbang suatu keputusan. Bagaimanapun aku merasa lega mendengar percakapan mereka, terbentang dalam pikiranku, aku akan terbebas dari kemelut ini. Aku akan memulai hidup baru , di kampung atau kemana saja mencari kehidupan lain, dari pada menjadi Perempuan Pelampias Nafsu birahi seorang lelaki . Tiba-tiba bu Netty datang pada ku dan membelai rambutku. ''Ning, aku sangat sayang padaMu, bagaimanapun kamu seperti saudara kami sendiri, tetapi ada yang akan lebih baik untuk hidup kamu. Kami akan kasih kamu modal untuk memulai suatu usaha atau kamu bisa gunakan untuk apa saja modal tersebut, terserah kamu. Mulai minggu depan kamu tak usah bekerja lagi. Akan kami urus semua rencana kepulanganmu. Si Tarmaji akan mengantarkan kamu ke Kampung, Kemaslah dan bawa semua barang milikMu. Bagaimana menurut Mu , Ning?'' Aku tidak merasa kaget dengan ungkapan bu Netty yang secara tiba-tiba, malah aku merasa senang dan tak terbebani. Akupun hanya menganggukan kepala tanda setuju dan tak tahan meneteskan air mata. Bu Netty nampak juga sedih, dia mengusap-usap rambutku. Lalu memberikan amplop yang isinya uang sebanyak 5 juta rupiah dan bungkusuan yang berisi pakaian baru beberapa helai. Terpikir sementara aku akan balik dulu ke Kampung dan setelah itu akan mencari pekerjaan lain di Jakarta atau di kota lain. Tetapi setelah 4 bulan aku berada bersama orang tua, perutku menjadi buncit dan membesar, setelah diperiksakan di Puskesmas, aku dinyatakan hamil seumur 5 bulan. Aku kaget dan kuceritakan pada orang tua ku kejadian apa yang sebenarnya saat masih bekerja di Jakarta. Ibuku hanya menangis tersedu, dan bapakKu nampak marah dan geram sekali. Empat bulan kemudian seorang bayi perempuan cantik munggil terlahir, aku gendong kemana-mana. Tak peduli banyak tentangga mencela dan berseloroh, bahwa putri yang ku sayangi anak haram, aku tetap mendekapnya era dengan penuh kasih sayangt. Namun bapak sering mendesak agar aku berterus terang dan membuat surat untuk menyatakan pada keluarga Abdurahman tentang siapa bapak anak itu yang sebenarnya. Akhirnya dengan suasana hati yang tak menentu aku tulis surat itu dan bapak sendiri yang pergi ke Jakarta untuk menemui keluarga Pak Abdurahman. Beruntung sekali saat bapak datang ke Rumah mereka, bu Netty dan pak Abdurahman sedang berada di Rumah, Mereka sangat kaget dengan kedatangan bapakKu yang sama sekali tidak diharapkan, mereka tak mengenal sama sekali pada dia, namun saat bapakku memberitahu bahwa dia adalah bapakku mereka nampak ramah, tetapi saat mereka disodorkan Surat dariKu mereka kaget sekali. Bu Netty sempat terkulai pinsan setelah membaca surat itu dan Pak Abdurahman malah sangat marah sekali, dan wajahnya tidak tiba memerah dan sangat geram. ''Ini tidak mungkin, ini Fitnah, kalian hanya ingin menghancurkan dan memberi Aib terhadap keluarga kami, ini penghinaan, Keterlaluan, Pergi dari sini.'' bentak pak Abdurahmann dengan nada yang berapi-api tak tahan menahan amarahnya. BapakKu yang bodoh dan dari kampung hanya merunduk, meski dia mempunyai harga diri yang selalu dibanggakannya, tapi saat itu hanya bisa mematung dan membisu dimurkai oleh pak Abdurahman. Saat datang kembali ke Rumah dengan wajah yang pilu tak berseri, namun tetap merasa puas dengan apa yang telah dia lakukan. ''Ning, apapun cercaan mereka terhadap kita, yang penting Ayah telah memberitahu mereka yang sebenarnya dan itu harus kita lakukan''. Tutur bapak dengan penuh kesebaran. Setahun berselang sudah puntriku DEWI ARUMBI berusia satu tahun pula, aku menyempatkan pulang dari Bogor kota tempat kerjaku untuk merayakan ulang TahunNya. Semenjak dia berusia 6 bulan dia sering aku tinggalkan dan tinggal bersama orang tuaKu. Si Cantik PutriKu nampak gembira melihatku datang dan sangat senang dengan hadiah yang ku bawa, Boneka Munggil yang ku Beli di Pasar baru. Kami rayakan Ulang Tahun dia bersama-sama didalam rumah panggung berbilik bambu, Aku, ketiga adiku, ibu dan bapaku bernyanyi Selamat Ulang Tahun bersama-sama sambil mengelilinginya yang duduk di tengah dekat Nasi Tumpeng Kuning dengan lilin kecil dipuncaknya yang terus menyala. Lalu tiba-tiba dari pintu terdengar ketukan dan berulang terdengar suaranya, adikKu lekas -lekas membukanya. Tak pernah diduga dan diharapkan seorang Perempuan sebaya yang berparas cantik berdiri dengan uraian air mata, Pangkuan tanganya mendekap keranjang Rotan yang berisi kado-kado yang terbungkus rapih . ''Izinkan saya merayakan Ulang Tahun CUCUKU, Fahri ayah dia akan datang nanti sore''. Bu Netty melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah ditemani dengan deraian air mata di pipi. Setelah meletakan keranjang rotan itu, dia meraih Dewi dan mengecup pipinya 
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar